Tabrakan Satelit Tingkatkan Kecemasan atas Lalin di Antariksa

Paris (ANTARA News) - Tabrakan yang baru pertama kalinya terjadi antara sebuah satelit Rusia dan satelit AS akan memicu kecemasan atas kurangnya pengedalian lalu lintas di antariksa dan meningkatnya sampah di antariksa yang membahayakan berbagai satelit vital dan penerbangan berawak.

Sebuah satelit militer Rusia yang sudah tak terpakai lagi, Cosmos 2251, bertabrakan dengan sebuah satelit komunikasi AS milik perusahaan Iridium, sekitar 800 kilometer di atas Bumi, kata para pejabat Rusia.

Insiden ini memunculkan pertanyaan penting bagaimana hal itu sampai berlangsung dan apa jadinya reruntuhan benda antariksa di orbit tersebut. Soal ini menjadi masalah yang amat memusingkan, kata para pakar.

Philippne Goudy, wakil direktur pusat antariksa Prancis di Toulouse, menjelaskan bahwa setelah berlalu lebih dari 50 tahun abad antariksa, hingga saat ini belum ada pengaturan yang diakui secara global atas lintasan orbit, seperti jalur penerbangan pada pesawat udara.

"Angkatan Darat AS dan NASA memiliki radar yang dapat melacak berbagai satelit dan puing-puing pesawat antariksa berukuran besar, dengan diameter lebih dari 10 sentimeter," katanya kepada AFP.

Sebelum peristiwa itu berlangsung, terdapat sekitar 12.000 benda yang mengorbit seukuran ini.

"Beberapa badan antariksa memiliki akses atas data AS tersebut dan telah membentuk sistem pemantauan untuk menjamin agar tak ada satupun satelit berada dalam jarak yang membahayakan dan terlalu dekat dengan puing-puing itu.


Pemantauan

Peristiwa terakhir "boleh jadi muncul karena kurangnya pemantauan", kata Goudy.

"Para operator satelit baru sekarang ini peduli dengan masalah puing-puing antariksa. Sekalipun tersedia data dari AS, tak semua dari mereka telah menetapkan berbagai prosedur untuk mengakses data mengenai reruntuhan itu dan bertindak atas puing-puing antariksa."

Penilaian sementara hanya mengarah hanya pada risiko kecil atas Stasiun Antariksa Internasional (ISS) dan tiga awaknya, yang mengorbit pada lintasan rendah 354 kilometer di atas Bumi.

Namun begitu, banyak satelit navigasi, meteorologi, militer dan komersial mengorbit pada ketinggian tempat tabrakan terjadi.

"Satelit-satelit pada orbit ini tentu saja menghadapi risiko, namun kita perlu bersikap sangat hati-hati untuk tidak memprediksi bencana sebelum melakukan penilaian seksama," kata Jocelyne Landeau dari Pusat Operasi Antariksa Eropa (ESOC), cabang dari Badan Antariksa Eropa (EA).

"Polusi ini baru saja dimulai," katanya. "Ada tabrakan pertama, rongsokan akibat tabrakan akan melayang ke mana-mana. Kemudian mereka akan saling bertabrakan dan tabrakan ini membuat rongsokan menjadi puing-puing kecil. Diperlukan waktu untuk menilai dan mengetahui apakah itu akan memunculkan risiko."

Ribuan satelit aktif, pesawat ulang-alik antariksa dan ISS memiliki alat pendorong untuk menghindar dari lintasan berbahaya, namun ini berakibat cepat habisnya bahan bakar yang sangat berharga buat menopang kelangsungan hidup mereka.

Maluncur dengan kecepatan fantastik, bahkan rongsokan berukuran kecil sekalipun memiiki tenaga yang cukup besar untuk merusak sebuah satelit atau pesawat antariksa bernilai miliaran dolar.

Pada 1986, sebuah satelit mata-mata Prancis, Cerise, dihantam pecahan roda, sisa dari ledakan roket Ariane, yang meluncur dengan kecepatan 50.000 kilometer per jam.

Pada Juni 1983, kaca depan pesawat ulang-alik antariksa Challenger milik AS harus diganti setelah terkena bintik cat berukuran hanya 0,3 milimeter yang melayang dengan kecepatan 4 kilometer per jam.


Sampah dan rongsokan antariksa

Sebelum berlangsung insiden tabrakan satelit, terdapat sekitar 300.000 benda yang mengorbit berukuran mulai dari 1 hingga 10 sentimeter dan "miliaran" pecahan-pecahan kecil, kata kelompok pengawas yang disebut Indeks Keamanan Antariksa.

Samnpah-sampah antariksa ini meliputi mikro-partikel dan tank bahan bakar berukuran besar, satelit-satelit terlantar, potongan satelit atau peluncur tingkat akhir yang terpisah akibat lingkungan antariksa yang tak ramah atau meledak karena bahan bakar yang masih tertinggal.

pada Januari 2007, China mengujicoba senjata anti-satelit, dengan menghancurkan satelit cuaca yang sudah tak terpakai lagi, Fengyun-1C.

Tentu saja ujicoba ini menuai protes sengit dari masyarakat antariksa.

"Kurang dari dua persen rongsokan atau pecahan itu jatuh ke Bumi," kata NASA.

"Banyak dari puing-puing atau rongsokan itu tetap mengorbit selama beberapa dekade dan bahkan bisa lebih dari seabad." (*)

0 komentar: