Turbin Angin Vertikal, Inovasi Teknologi Hemat Energi

Turbin angin vertikal tersebut dibuat dalam jenis dan fungsi yang berbeda-beda itu ditampilkan pada Pameran IPTEKS Dies Emas ITB berlangsung hingga Sabtu.

Ada turbin angin tipe Savonius dan turbin angin tipe H. Satu temuan lain adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Mikro Berbasis `Turbocharger`. Inovasi-inovasi ini lahir dari pemikiran Dr Ir T A Fauzi Soelaiman, peneliti di Laboratorium Termodinamika Pusat Rekayasa Industri Institut Teknologi Bandung (PRI ITB).



Turbin angin tipe Savonius sendiri digunakan pada lampu-lampu penerangan di jalan tol. "Lampu-lampu jalan tol tidak perlu lagi menggunakan listrik. Cukup dengan turbin angin Savonius ini, lampu akan menyala," kata Daniel Surya, mahasiswa Teknik Mesin ITB, salah satu mahasiswa yang aktif membantu proyek inovasi dosen di PRI ITB.

Cara kerja turbin Savonius ini adalah dengan memasangkan turbin angin pada lampu jalan. Energi listrik didapatkan dari proses mekanika yang terjadi akibat turbin yang bergerak karena angin.

Inovasi kedua, yaitu turbin tipe H, dipasangkan pada pemancar-pemancar telekomunikasi. "Pemancar telekomunikasi biasanya harus diisi bahan bakar tiap hampir satu jam sekali. Itu adalah sesuatu hal yang tidak efektif. Mengapa kita tidak menciptakan alat yang membuat pemancar itu mendapatkan energi listriknya sendiri?" kata Daniel.

Daniel menjelaskan, turbin angin tipe H yang menggunakan sirip `air foil` tipe lift ini akan berputar karena angin dan menyebabkan pemancar mendapatkan energi listrik sendiri. Turbin angin ini tidak serta merta bisa bergerak sendiri. Daniel mengatakan, harus ada yang membuat turbin angin ini berputar. "Inilah gunanya turbin angin Savonius. Angin yang bergerak teratur akan menggerakkan turbin angin tipe H ini," kata Daniel menjelaskan.

Inovasi terakhir adalah PLTG mikro berbasis `Turbocharger`. Kata Daniel, alat ini dibuat untuk masyarakat di pedesaan yang jauh dari ketersediaan listrik. Cara alat ini mendapatkan energi adalah dari kotoran sapi yang menghasilkan gas metana. "Biasanya biogas dipakai untuk masak, namun sekarang bisa menghasilkan energi untuk membangkitkan listrik," jelas Daniel.

Keuntungan memakai PLTG berbasis `Turbocharger` ini adalah karena ia menghasilkan emisi atau gas buangan yang miskin (ramah lingkungan). "`Turbocharger tidak pernah mencapai suhu 1200 derajat Celcius. Maka, nitrogen yang ada di udara tidak akan bereaksi dengan gas apapun dan tidak akan menghasilkan gas yang cukup beracun," jelas Daniel.

Mahasiswa teknik ini menambahkan, inovasi-inovasi ini memang perlu diteliti lebih lanjut agar lebih efisien. Walaupun, kata Daniel, turbin-turbin angin ini sudah lebih efisien ketimbang turbin angin horizontal yang berukuran besar seperti di Belanda.

Salah satu karya yang dihasilkan PRI adalah `Feasibility Study`. Hasil karya Dr Ir Darmawan Pasek ini adalah sebuah studi kelayakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Gedebage, Bandung

sumber antaranews

0 komentar: