Para Pengawal Teknologi Nasional

Tiga... dua... satu... nol! Pantai Pameungpeuk bergetar. Asap mengepul. Lalu, wuss... roket RX-420 melesat menembus angkasa, meninggalkan ekor garis asap dengan elevasi 70 derajat. Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman, tersenyum puas.

Tepuk tangan pun bergemuruh menyambut keberhasilan uji terbang roket di Instalasi Uji Terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Garut, Jawa Barat, Kamis 2 Juli lalu, itu. Roket balistik terbesar hasil pengembangan putra-putri Indonesia itu merupakan bakal roket peluncur satelit.

Rencananya, roket keenam produksi Lapan ini akan menjadi komponen utama proyek roket peluncur satelit, yang bakal rampung pada 2014. Program pengembangan roket nasional pengorbit satelit merupakan salah satu dari dua program unggulan dan strategis Lapan. Kepala Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Soewarto, menyatakan bahwa perlu waktu seperempat abad untuk melakukan lompatan penguasaan teknologi roket, mulai RX-150 hingga RX-420.

Soalnya, teknologi roket tidak mudah ditransfer oleh negara maju. Walau begitu, peneliti Lapan terpacu untuk mengembangkannya secara trial and error. Mereka melakukan alih teknologi secara otodidak. Dua tahun lalu, Lapan berhasil meluncurkan satelit Lapan-Tubsat, hasil kerja sama dengan ahli antariksa dari Technical University of Berlin, Jerman.

Satelit dengan perlengkapan kamera video itu rutin menyajikan data pengindraan jarak jauh dan telekomunikasi pemantauan potensi perikanan dan kelautan di Indonesia. Hasil alih teknologi dari Berlin itu mempercepat penguasaan teknologi Lapan. Hingga saat ini, lembaga itu tengah merampungkan dua satelit mikro dengan pola orbit ekuatorial hasil karya sendiri. Yakni Lapan A2 dan Lapan ORARI yang dilengkapi dengan pemancar komunikasi radio.

Rencananya, pada 2011, dua satelit itu diluncurkan menumpang roket peluncur milik India. Terobosan penguasan satelit dan roket ini, bagi Soewarto, secara politis merupakan prestise Indonesia. Selanjutnya dapat digunakan untuk menunjang perekonomian dan pertahanan negara. Sayang, peran strategis itu tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

Problem ini juga diakui Menteri Kusmayanto Kadiman. "Memang berat," ujarnya. Meski begitu, Kusmayanto tidak mengharamkan kerja sama dengan swasta maupun asing, yang timbal baliknya berupa pemilikan atas hak kekayaan intelektual bersama. "Itu selalu ada dalam dokumen perjanjian kami," kata Kusmayanto.

Hal serupa berlaku bagi para pengawal teknologi nasional. Beberapa di antaranya adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).

BPPT
Sebagai lembaga yang bertugas melakukan pengkajian dan penerapan teknologi, BPPT membuat desain prototipe, pilot plant, mengkaji kelayakan penggunaan teknologi, dan uji coba teknologi. "BPPT tidak melakukan penelitian," kata Marzan A. Iskandar, Kepala BPPT. Dalam penerapan teknologi, BPPT selalu bermitra dengan institusi dan dunia industri.

BPPT dibentuk pada 28 Januari 1974, ketika Presiden Soeharto mengangkat Prof Dr. Ing. B.J. Habibie sebagai penasihat pemerintah di bidang teknologi maju dan teknologi penerbangan. Habibie kemudian membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) Pertamina. Lalu ATTP diubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina, yang lantas bersalin rupa menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada 21 Agustus 1978.

Kebijakan prioritas BPPT meliputi enam bidang pengembangan teknologi. Yakni bidang teknologi informasi, energi baru dan terbarukan, ketahanan pangan, pertahanan keamanan, makanan dan obat-obatan, manajemen transportasi, serta informasi dan telekomunikasi. Tambahannya adalah teknologi manufaktur, teknologi lingkungan, dan teknologi material.

BPPT, kata Marzan, bekerja pada pemanfaatan teknologi tepat guna. Beberapa inovasi yang dilakukan, antara lain, membangun sistem informasi manajemen di daerah. Untuk energi terbarukan, BPPT sedang mendesain fuelcell berbasis bahan baku lokal, yaitu hirogen, sebagai sumber energi masa depan. Bahan bakarnya adalah hidrogen dengan limbah berupa air. Dalam teknologi pertahanan keamanan, BBPT berhasil membuat pesawat tanpa awak: Pesawat Udara Nir-Awak (PUNA).

Batan
Lembaga ini lahir dengan nama Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1958. Enam tahun kemudian, ia disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1964.

Salah satu masterpiece Batan yang patut dibanggakan adalah reaktor serba guna 30 megawatt di Serpong, Tangerang, Banten. Reaktor yang berdiri sejak tahun 1987 itu dioperatori sendiri oleh Batan. "Reaktor Serpong adalah reaktor pertama di dunia yang berbahan bakar uranium perkayaan rendah," ujar Kepala Batan, Hudi Hastowo.

Batan bertugas memberi usulan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan terkait pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia. Namun, sesuai dengan kebutuhan negara, kini Batan lebih memfokuskan diri pada ketersediaan pangan, energi, kelangkaan sumber daya air, kesehatan, dan obat-obatan.

Sejauh ini, Batan telah mengembangkan varietas unggul padi hasil pengembangan dengan teknologi mutasi radiasi. Sebut saja Atomita 1-4, Kahayan, Mira, Padi Bestari, dan Pandan Putri. Selain padi, Batan juga berupaya meningkatkan produksi daging ternak. Caranya, dengan memperbaiki nutrisi pangan, meningkatkan populasi ternak, dan pembuatan vaksin.

"Dengan iptek nuklir, kita tingkatkan nutrisi dan juga tingkatkan reproduksi ternak," kata Hudi. Hal ini dilakukan dengan menambah frekuensi bunting sapi lewat teknik radio immuno assay (RIA) untuk mengetahui datangnya masa berahi ternak. Batan juga bekerja sama dengan industri. Misalnya dengan PT Sang Hyang Sri, produsen bibit bersertifikat.

Meski banyak capaian yang telah diraih, Batan menghadapi masalah serius. Pada saat ini, banyak penelitinya yang hampir pensiun. Padahal, butuh waktu agar para peneliti baru siap menggantikan mereka. Tetapi, di tengah pesatnya inovasi di dunia, para peneliti baru itu tidak mendapat kesempatan pendidikan cukup tinggi. Belum lagi masalah penuaan alat-alat yang terus-menerus dipakai.

LIPI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI merupakan lembaga yang melakukan penelitian di berbagai cabang ilmu, mulai ilmu pengetahuan alam, engineering science, hingga ilmu sosisal. "Fokus penelitian LIPI lebih ke hulu, bukan di hilir," kata Umar Anggara Jenie, Kepala LIPI. Sekalipun demikian, ada pula penelitian yang ditawarkan kepada industri untuk dikembangkan.

Selama ini, LIPI mendapat anggaran Rp 400 milyar hingga Rp 500 milyar dari pemerintah. Separuhnya digunakan untuk penelitian, sisanya dipakai untuk ongkos administrasi dan gaji sekitar 4.000 pegawai. Dana penelitian itu difokuskan untuk penelitian pada aspek hulu dengan keluaran berupa jurnal atau prototipe yang terpatenkan.

Sejumlah penelitian LIPI diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Contohnya, alat yang dibuat Pusat Kalibrasi Meteorologi LIPI, Bird Strike, yakni pengusir burung di landasan terbang pacu bandar udara. Alat ini mengeluarkan suara tertentu yang bisa mengusir burung ketika ada pesawat yang akan mendarat atau terbang.

LIPI juga memiliki pusat inovasi yang tugasnya mengarahkan penelilitan agar menghasilkan penemuan yang bermanfaat. Penelitian diusahakan menghasilkan nilai ekonomi lewat kerja sama dengan industri. Contohnya, mengembangkan kedelai plus ramah lingkungan, yang tidak menggunakan pupuk kimiawi dan dapat hidup pada cuaca seekstrem apa pun.

Hasil penelitian LIPI yang telah dikerjasamakan dengan pebisnis adalah molekul yang bisa menghambat pembentukan kolesterol dalam tubuh. Temuan ini menarik perhatian Dexa Medica, perusahaan farmasi besar di Indonesia. Temuan yang telah dipatenkan itu kelak dipasarkan dengan nama Lipistatin.

Keberadaan LIPI berawal ketika pada 1958, Presiden Soekarno membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia. Satu dekade kemudian, namanya diganti menjadi LIPI. Sebagai lokomotif teknologi, kedudukan LIPI diibaratkan Umar seperti Academy of Scientific di Cina. Selain memberikan nasihat ilmu pengetahuan dan teknologi kepada pemerintah, mereka juga melakukan penelitian.

0 komentar: