Bola Penghancur Partikel Nano dari Serpong

Orang mungkin tak tahu apa itu partikel nano, tapi partikel yang sedikit lebih besar daripada atom ini ada di sekeliling kita. Netbook dan telepon seluler telah menggunakan partikel nano untuk meningkatkan kapasitas memorinya. Bahkan partikel itu juga diaplikasikan dalam dunia kedokteran sampai alat dapur.

Begitu pentingnya partikel nano dalam perkembangan dunia dewasa ini sehingga tidak mengherankan bila Nurul Taufiqu Rochman menerima penghargaan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia Toray Science Foundation 2008 pada 12 Februari 2009. Penghargaan bergengsi itu diberikan atas konsistensi, prestasi, dan sumbangan Nurul bagi kemajuan ilmu nanoteknologi di Indonesia.

Doktor dari Kagoshima University, Jepang, itu berhasil membuat teknologi high energy milling baru untuk mengembangkan nanomaterial berbasis sumber daya lokal. Cara kerja mesin penggiling ini sangat sederhana. Mesin akan memutar wadah yang berisi bola-bola penghancur untuk menggiling bahan partikel bubuk yang akan dibuat menjadi partikel nano. "Konsepnya adalah meningkatkan peluang penghancuran dengan membuat gerakan bola-bola yang saling berbenturan dalam jumlah yang sangat banyak," kata Nurul.

Selama empat tahun terakhir, Nurul dan tim risetnya terus mengembangkan konsep gerak mekanik itu sehingga proses penghancuran lebih efisien. Alat baru yang lebih spesifik ini dinamai high energi milling dengan teknologi baru. Hanya lewat putaran sekitar 15-18 jam, alat tersebut bisa membuat 70 partikel nano besi oksida.

"Dengan alat baru ini, waktu penelitian bisa dipangkas, peneliti tidak perlu menunggu sampai 500 jam untuk satu seri eksperimen yang belum tentu berhasil," kata pria kelahiran Malang itu. "Kalau salah, harus diulang, dan waktu penelitian menjadi sangat lama sehingga kami tergerak untuk membuat alat yang bisa membuat partikel nano dengan cepat."

Selain mempersingkat waktu penelitian, alat buatan Nurul dan tim risetnya di Puspitek Serpong ini ternyata mampu menghasilkan partikel nano berbentuk batang (nanorod). Umumnya teknologi milling seperti yang dikembangkan Nurul hanya bisa membuat partikel nano berbentuk gepeng atau tabung (tube). "Sebelumnya tak ada yang bisa membuat nanorod dengan teknik milling seperti yang kami lakukan," kata Nurul. "Ini prestasi baru."

Nurul menyatakan sama sekali tak menyangka alat buatannya itu mampu membuat partikel nano berbentuk batang. "Kaget, kok bisa," ujarnya. "Penemuan berawal dari ketidaksengajaan, ternyata kami juga bisa membuat nanorod, nanobelt dari cara seperti ini."

Partikel nano berbentuk tabung dan batang sangat istimewa dalam dunia nanoteknologi karena termasuk bentuk tumbuh dan dapat menyusun dirinya sendiri. Tiap bentuk juga memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Karbon nanorod, misalnya, kekuatannya bisa 300 kali lipat kekuatan besi tapi memiliki sifat optik yang bagus, dan bisa menyimpan hidrogen dan atom-atom yang lain.

"Ketika berbentuk pipa atau batang, partikel nano itu memiliki keunikan, yaitu tumbuh secara self assembly," katanya. "Dia bisa diaplikasikan untuk hard disk berkecepatan tinggi, memori sampai terabyte karena dengan beberapa atom saja bisa menyimpan memori yang begitu besar."

Sampai saat ini Nurul dan timnya telah memproduksi berbagai partikel nano dari oksida besi sampai bismuth mangan (BiMn). Tak kurang dari lima alat penghancur mekanik telah diciptakan Nurul dan dipatenkan, di antaranya planetary ball milling, high energy milling, dan piston milling. Alat pertama yang dipatenkannya adalah milling yang dapat menghasilkan partikel nano dalam 100 jam.

Semua peralatan itu dirakitnya dari komponen lokal yang diperolehnya dari pasar elektronik Glodok. "Kalau pakai alat-alat yang kita ciptakan sendiri, kalau rusak, tinggal beli di Glodok, mudah dicari dan harganya murah," kata Nurul.

Komponen lokal dengan harga terjangkau juga membuat biaya pembuatan alat milling ini jauh lebih rendah daripada alat impor. Nurul memperkirakan biaya yang dibutuhkannya hanya Rp 30 juta, sedangkan alat impor dengan kemampuan serupa mungkin bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Berkat ketekunannya itu, Nurul, yang juga Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia, telah beberapa kali menerima penghargaan, antara lain dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai peneliti muda terbaik 2004 dan Adhidarma Profesi Award 2005 dari Persatuan Insinyur Indonesia. Segudang prestasi tersebut memuluskan langkah Nurul meraih penghargaan iptek ITSF 2008 pada 12 Februari lalu. Sesungguhnya penghargaan ini hampir diraih Nurul pada 2004. Pada saat itu, Nurul, yang baru saja pulang dari Jepang, menjadi salah satu kandidat peraih penghargaan bergengsi tersebut.

Meski tak meraih penghargaan itu, Nurul tak patah semangat. Dia justru semakin terpacu untuk membuktikan bahwa dia mampu berprestasi di Indonesia, yang medannya berbeda dan penuh tantangan dibandingkan Jepang. "Mungkin waktu itu saya dinilai belum banyak berkarya untuk Indonesia, belum teruji," katanya. "Dengan kata lain, boleh dibilang jam terbang saya di Indonesia saat itu masih kurang."

Salah satu tantangan yang harus dihadapi Nurul adalah keterbatasan peralatan penelitian di laboratoriumnya di Puspitek, Serpong. Bukan hanya alat, dana untuk riset pun terbatas sehingga Nurul mulai berusaha membuat sendiri berbagai peralatan yang dibutuhkan. "Agar dana yang kecil ini bisa digunakan untuk kelangsungan penelitian saya ke depan," kata peneliti madya di Pusat Penelitian Fisika LIPI itu.

Menciptakan mesin memang bukan hal baru bagi pria kelahiran 5 Agustus 1970 ini. Semasa menuntut ilmu di Jepang pun dia telah membuat peralatan sendiri. "Jangan dikira di Jepang juga semua sudah ada, karena ada alat yang harus dibuat sendiri untuk eksperimen saya," katanya. "Kebetulan saya memang jebolan teknik mesin dan menjadi juara pertama di Department of Mechanical Engineering di Universitas Kagoshima, Jepang."

Nurul yakin teknologi penghancur mekanik yang dikembangkannya ini dapat membantu Indonesia memaksimalkan potensi sumber daya mineralnya yang berlimpah. "Selama ini sumber daya alam dieksploitasi tanpa diproses sehingga menghasilkan material bernilai rendah," katanya. "Kami ingin menciptakan peralatan sendiri untuk memproduksi mineral itu sebagai partikel nano, karena dalam bentuk partikel nano harganya menjadi beberapa kali lipat."

sumber : tempointeraktif

0 komentar: