Kekuatan Rakyat Digital

MASYARAKAT Tanah Air kembali bergejolak setelah terkuaknya rekayasa hukum yang diperdengarkan melalui rekaman yang diputar di Mahkamah Konstitusi pekan lalu. Amarah publik diungkapkan melalui berbagai medium: parlemen jalanan, media massa, hingga di ranah maya.

Untuk yang terakhir, situs pertemanan Facebook memiliki peran yang luar biasa. Dalam sebuah gerakan sosial, dibutuhkan perangkat yang memadai untuk bisa mencakup dan menggerakkan seluruh elemen masyarakat. Dan kini Facebook menjadi peranti penting dalam menggalang dukungan sekaligus memobilisasinya.

Setidaknya dalam setahun terakhir ini Facebook semakin mewabah. Situs pertemanan daring ini menjadi epidemi yang menjangkiti kaum netters. Tak pandang usia, tidak pula status sosial. Ada yang muda, banyak juga yang sudah berumur. Ibu rumah tangga hingga politisi kakap memanfaatkan website jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg, si jenius yang tidak lulus dari Harvard University, ini.

Satu dekade lalu gerakan people power dilakukan dengan turun ke jalan. Ratusan ribu orang mengepung gedung parlemen di Senayan untuk menyuarakan penentangan terhadap penguasa yang dianggap lalim. Namun kini hal itu bisa dilakukan tanpa meninggalkan rumah.

Inilah era digital. Kantor berita Reuters menyebut aksi galang dukungan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto di dunia maya sebagai "digital people power". Publik yang tidak yakin terhadap tuduhan pemerasan atau suap dua pimpinan pun membentuk berbagai kelompok dukungan.

Menurut catatan Koran Seputar Indonesia, hingga akhir pekan lalu tercatat ada 74 grup komunitas facebooker yang mendukung pembebasan dua pimpinan KPK nonaktif tersebut.

Hingga 9 November ini, Indonesia berada di posisi ketujuh untuk pengguna Facebook terbesar di dunia. Tercatat ada 11.759.980 orang yang memiliki akun di situs itu. Dalam sepekan terakhir pertumbuhan jumlah pengguna mencapai 6,84 persen atau 752.640 akun baru.

Yang jelas, aksi galang dukungan di dunia maya ini tidak bisa diremehkan. Selain opini yang dibangun lewat media massa, pemanfaatan situs jejaring sosial cukup aktif untuk mengubah atau membangun persepsi publik terhadap suatu hal. Terlebih, persepsi itu dibangun tidak hanya dalam sebuah "ruang publik maya (digital public space)", melainkan terjadi dalam sebuah lingkungan (public sphere), di mana semua pihak saling berinteraksi dan menciptakan sentimen bersama. Lebih jauh bahkan publik sama-sama telah menemukan musuh bersamanya.

Perlu diingat, dalam teori sosial, salah satu syarat untuk mewujudkan sebuah gerakan yang solid adalah adanya pihak yang dianggap sebagai musuh bersama.

Melihat fakta itu, para pemangku kebijakan atau para penegak hukum tak bisa abai terhadap suara yang dibangun publik melalui dunia maya. Artinya, jika sikap atau keputusan hukum yang dihasilkan, khususnya dalam kasus Bibit dan Chandra, nantinya benar-benar tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, bisa jadi kekecewaan publik yang disampaikan lewat dunia maya akan ditumpahkan di dunia nyata.

sumber suar.okezone

0 komentar: